PANDANGAN
ORANG TUA TERHADAP TATA-LAKSANA PERILAKU
Setelah
anak mendapatkan diagnosis yang valid, baik dari psikiater anak ataupun pediatric,
konsultan tumbuh kembang, selanjutnya adalah menentukan tata laksana atau
terapi yang akan diberikan kepada anaknya. Salah satu/jenis tata laksana yang
ada sekarang ini disebut dengan tata laksana perilaku, yang menekankan pada
variabel atau penyebab terjadinya suatu kejadian. Misalkan anak tiba-tiba tantrum
(mengamuk) tanpa sebab dan tiba-tiba, kita sebagai terapist atau orang tua, sebaiknya
sudah bisa memperkirakan, apa yang menjadi”penyebab” anak berperilaku demikian.
Hal inilah yang disebut dengan antecedents (prakejadian). Kejadian tantrum atau
marah disebut sebagai suatu (behaviour-perilaku), yang akan membawa
konsekuensi. Bila behaviour anak marah atau emosi negatif, maka konsekuensinya
tentu akan berbeda bila anak duduk dengan tenang.
Tata
laksana perilaku adalah suatu model atau cara mempertahankan perilku yang baik
(misalkan anak duduk tenang), dengan memberikan konsekuensi yang menyenangkan
seperti diberikan hadiah, pujian dll. namun bila mncul emosi negatif dari anak,
seperti marah atau menangis, maka yang muncul dari kita adalah konsekuensi
negatif.
Ketika
menjalankan tata-laksana perilaku, pada tahap awal pasti akan muncul
pertentangan dari orang tua (ayah dan ibu), yang belum sependapat atau sepaham
dalam melaksanakannya. Karena tata-laksana ini berbeda dengan pola pengasuhan
atau pembelajaran pada umumnya. Saat berhadapan dengan anak dalam memberikan
instruksi, hendaknya harus “hemat kata”, “hemat gerakan”, kata yang diucapkan
harus jelas dan tegas (bukan membentak). Bila anak dapat melakasanakan suatu
instruksi, maka harus segera diberikan imbalan atau hadiah, bisa berupa makanan,
pujian dll.
Beberapa
hal yang mungkin menjadi penghambat proses tata-laksana adalah
1. Ketidaksepahaman
antara ayah dan ibu, terhadap kontinuitas program. Karena pada tahap awal
pembelajaran, hampir dipastikan muncul, penolakan atau emosi negatif. seperti
menangis, marah, menjerit, tidak mau duduk, keluar dari kursi (tidak mau
duduk). untuk anak yang masih berusaia kurang lebih 2-3 tahun, “dikhawatirkan”,
akan muncul “trauma”. Meskipun biasanya setelah beberapa kali pertemuan, biasanya
anak cukup tenang dan mampu mengikuti instruksi dengan cukup baik.
2. Untuk
konsistensi sikap atau perilaku, bila anak sedang marah atau menangis, biasanya
ada anggota keluarga yang lain yang berusaha menenangkan anak dengan memberikan
apa yang disukainya. Sehingga anak akan berusaha mencari orang yang akan
memberikan sesuatu yang disukainya, sebagai “pelarian”.
3. Memang
belum ada penelitian yang valid, namun orang tua yang masih tinggal dengan
mertua atau selain keluarga inti, maka perbaikan anak perilaku, agak lambat. Kesulitan
untuk memberikan aturan tunggal, biasanya membuat anak justru menjadi labil
emsoinya.
4. Masalah
pembiayaan, menjadi kendala yang muncul bagi anak yang perlu mendapatkan tata-laksana
secara holistik (menyeluruh). Karena ideal lamanya terapi bagi terapi perilaku
adalah 8 jam sehari.
5. Bagi
anak berkebutuhan khusus yang sudah verbal, biasanya pola bahasa dan bicara
anak, tampak kaku dan belum memiliki intonasi. Sehingga untuk menyanyikan
sebuah lagu belum terdengar dinamikanya. Dalam berbicara biasanya masih
bersifat satu arah, dalam menjawab masih cenderung monoton dan belum mau bertanya atau berkata secara
spontan.
Beberapa kendala diatas, memang sangat mungkin muncul, karena anak biasanya
kurang mau untuk melaksanakan instruksi yang diberikan secara mandiri. Bila
diberikan bantuan biasanya, anak masih sering mengharapkannya. Sehingga bila
diminta menyelesaikan, akan timbul emosi negatif. Disinilah mulai diberlakukan
terapi perilaku, dimana anak harus menuruti instruksi yang diberikan, namun
bila sudah mampu melaksnakan, akan diberikan rewards atau hadiah. Bila menolak
akan mendapatkan rewards negatif.
Setelah anak mampu mengerjakan dan patuh dengan satu orang, bisa
dilanjutkan dengan membiasakan anak menerima perintah dari orang lain (selain
terapist). hal ini bertujuan agar anak tidak hanya patuh dan mau melaksakan
instruksi dari orang tertentu saja.